BAB 12
PROSES PEMERIKSAAN SECARA KESELURUHAN
A. Jenis-Jenis Pengujian
Dalam mengembangkan sutu rencana audit secara keseluruhan, auditor menggunakan lima jenis pengujian ( Types of test) untuk menentukan apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Auditor menggunakan prosedur pengukuran resikon untuk menilai resiko salah saji material. Keempat pengujian lainnya merupakah prosedur audit selanjutnya (further audit procedures) yang dilaksanakan sebagai respon terhadap resikon yang diidentifikasi .
1. Prosedur Pengukuran Resiko
Standar pekerjaan lapangan kedua mengharuskan auditor untuk mendapatkan pemahaman atas entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internalnya serta bahan bukti untuk mengukur resiko salah saji material dalam laporan keuangan klien
Lima jenis prosedur audit yang berhubungan dengan pemahaman auditor terhadap pengendalian intern yaitu:
v Pengalaman auditor pada periode sebelumnya terhadap satuan usaha tersebut
v Meminta keterangan dari personil klien
v Membaca manual sistem dan kebijakan klien
v Menguji dokumen dan arsip
v Mengamati aktivitas dan operasional entitas
2. Pengujian Pengendalian
Pemahaman auditor terhadap pengendalian internal digunakan untuk mengukur resiko pengendalian untuk setiap tujuan audit terkait transaksi. Tingkat resiko pengendalian yang ditetapkan harus dibatasi sampai tingkat yang didukung oleh bahan bukti yang diperoleh. Contohnya adalah hasil pengukuran atas tujuan akurasi untuk transasi penjualan adalah rendah sedangkan untuk tujuan keterjadian adalah sedang. Pengujian pengendalian, dapat mencakup jenis-jenis bukti berikut:
v Meminta keterangan dari personil klien yang tepat
v Memeriksa dokumen, catatan dan laporan
v Mengamati aktivitas yang berkaitan dengan pengendalian
v Melaksanakan kembali prosedur klien
Dua prosedur yang pertama sama dengan jenis bahan bukti yang diperoleh dalam memahami struktur pengendalian intern. Sehingga, penetapan resiko pengendalian dan pengujian atas pengendalian dapat dikatakan sebagai kelanjutan dari prosedur audit yang digunakan untuk memperoleh pemahaman struktur pengendalian intern. Perbedaan utama adalah bahwa dengan pengujian atas pengendalian tersebut, tujuan menjadi lebih spesifik dan pengujian menjadi ekstensif.
Contoh:
Menyamakan invoice supplier dengan purchase order dan receiving report sebelum menyetujui pembayaran invoice danMemeriksa kartu absensi karyawan sebelum menyetujui pembayaran uang lembur
Pengujian pengendalian merupakan prosedur audit yang dirancang untuk memverifikasi efektivitas pengendalian intern klien. Pengujian pengendalian terutama ditujukan untuk mendapatkan informsi mengenai:
1) Frekuensi pelaksanaan aktivitas pengendalian yang ditetapkan,
2) Mutu pelaksanaan aktivitas pengendalian tersebut dan,
3) Karyawan yang melaksanakan aktivitas pengendalian tersebut.
Auditor melakukan pengujian dengan cara memilih secara acak surat order pembelian yang dibuat oleh klien dalam tahun yang diperiksa dan kemudian melakukan audit mengenai:
1) Frekuensi pelaksanaan aktivitas pengendalian. Dalam pengujian pengendalian, auditor memeriksa seberapa banyak transaksi pembelian diotorisasi dari pejabat yang berwenang dalam periode yang diperiksa.
2) Mutu pelaksanaan aktivitas pengendalian. Otorisasi dari pejabat yang berwenang merupakan salah satu aktivitas pengendalian untuk mengawasi transaksi pembelian. Di samping auditor berkepentingan terhadap frekuensi terjadinya pengendalian atas transaksi pembelian melalui otorisasi tersebut, dalam pengujian pengendalian auditor juga menguji mutu pelaksanaan aktivitas pengendalian tersebut. Seringkali dalam melaksanakan suatu aktivitas, karyawan hanya melaksanakan aktivitas tersebut tanpa mengetahui apa yang hendak dicapai dengan aktivitas pengendalian tersebut. Pelaksanaan suatu aktivitas pengendalian dikatakan baik mutunya jika aktivitas tersebut dapat mencapai tujuan yang hendak dicapai dengan melaksanakan aktivitas pengendalian tersebut.
3) Karyawan yang melaksanakan aktivitas pengendalian. Pelaksanaan suatu aktivitas pengendalian sangat tergantung pada siapa yang melaksanakan aktivitas tersebut. Salah satu unsur pengendalian intern terhadap sediaan adalah dilakukannya secara periodik pencocokan jumlah fisik sediaan yang benar-benar ada di tangan perusahaan dengan jumlah sediaan yang tercantum dalam catatan akuntansi. Biasanya aktivitas pengendalian ini dilaksanakan oleh klien dengan penghitungan fisik sediaan. Dalam pengujian pengendalian auditor menguji apakah secara periodik klien melaksanakan aktivitas pengendalian terhadap sediaan. Di samping itu auditor juga melakukan pengujian mengenai karyawan yang melaksanakan aktivitas pengendalian tersebut
3. Pengujian substantive Transaksi
Pengujian substantive merupakan prosedur yang dirancang untuk menguji salah saji rupiah ( sering kali disebut salah saji moneter) yang secara langsung berpengaruh pada ketepatan saldo laporan keuangan. Tujuan pengujian substantive atas transaksi adalah untuk menentukan apakah transaksi akuntansi klien telah diotorisasi dengan pantas, dicatat dan diiktisarkan dalam jurnal dengan benar dan diposting ke buku besar dan buku tambahan dengan benar.
Kesalahan moneter yang terdapat dalam informasi yang disajikan dalam laporan keuangan kemungkinan terjadi karena kesalahan dalam:
a. Penerapan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia
b. Tidak diterapkannya prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia
c. Ketidakkonsistensian dalam penerapan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia
d. Ketidaktepatan pisah batas (cutoff) pencatatan transaksi
e. Perhitungan (penambahan, pengurangan, pengalian dan pembagian)
f. Pekerjaan penyalinan, penggolongan dan peringkasan informasi
g. Pencantuman pengungkapan (disclosure) unsur tertentu dalam laporan keuangan
Sebagai contoh, dalam pengujian substantif terhadap pendapatan penjualan (sale revenues), auditor melakukan prosedur audit untuk menemukan:
1. Kemungkinan terjadinya kesalahan klien dalam menerapkan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, sehingga berakibat angka pendapatan penjualan dalam laporan laba-rugi menjadi lebih rendah atau lebih tinggi dari jumlah yang seharusnya
2. Adanya kemungkinan klien menyajikan informasi pendapatan penjualan yang tidak berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, sehingga dapat mengakibatkan pemakain laporan keuangan salah dalam membuat keputusan
3. Kemungkinan klien mengubah prinsip akuntansi yang digunakan dalam menyajikan angka pendapatan penjualan dan tidak memberikan pengungkapan mengenai akibat perubahan penerapan prinsip tersebut terhadap angka hasil laba bersih, sehingga hal ini dapat mengakibatkan tidak dapat diperbandingkannya laporan keuangan klien tahun yang diaudit dengan laporan keuangan klien yang disajikan dalam tahun sebelumnya.
4. Kemungkinan klien melakukan pisah batas (cutoff) transaksi penjualan tidak tepat atau tidak konsisten dengan yang digunakan dalam tahun sebelumnya. Misalnya transaksi penjualan tahun 20X1 dicatat oleh klien sebagai pendapatan penjualan tahun 20X1. Contoh lainnya adlaah dalam tahun yang diaudit, klien menggunakan tangga 24 Desember sebagai tanggal pisah batas (cutoff) untuk memisahkan transaksi penjualan tahun yang diaudit dengan tahun yang akan datang, sedangkan dalam tahun sebelumnya klien menggunakan tanggal 31 Desember sebagai tanggal pisah batas. Hal ini akan berakibat terhadap terjadinya kesalahan penyajian angka pendapatan penjualan dalam laporan laba-rugi.
5. Kemungkinan terjadinya kesalahan moneter dalam menyajikan angka pendapatan penjualan karena terjadinya kesalahan pekerjaan klerikal (clerical works). Pengumpulan informasi penjualan mencakup kegiatan menyalin informasi dari berbagai dokumen ke dalam jurnal: kegiatan menjumlah, mengurangi, mengalikan dan membagi: kegiatan meringkas informasi dalam jurnal dan memindahkan jumlahnya untuk di posting ke dalam akun-akun buku besar: kegiatan menyajikan informasi dalam laporan keuangan. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan kegiatan klerikal. Dalam pengujian substantif, auditor melakukan prosedur audit untuk menemukan kesalahan moneter sebagau akibat dari kesalahan pekerjaan klerikal ini
6. Kemungkinan tidak cukupnya pengungkapan dari klien yang seharusnya dicantumkan dalam laporan keuangan yang dapat mengakibatkan pemakai lapora keuangan salah dalam mengambil keputusan. Misalnya klien mengajikan angka pendapatan penjualan dalam tahun yang diaudit sebesar Rp. 500.000.000,-. Informasi tersebut misalnya disajikan oleh klien dalam laporan laba-rugi tanpa pengungkapan lebih lanjut. Dari pengujian subtantif misalnya auditor menemukan informasi bahwa 75 % dari jumlah tersebut merupakan pendapatan penjualan klien dari transaksi penjualan produk kepada anak perusahaannya. Karena sebagian besar angka pendapatan penjualan tersebut terjadi dari transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa (hubungan induk-anak perusahaan), maka auditor harus mengusulkan kepada klien untuk menambahkan pengungkapan (disclosure) mengenai informasi tersebut dalam laporan keuangan.
4. Prosedur analitis
Prosedur analitis (pengujian analitis) adalah evaluasi atas informasi keuangan yang dilakukan dengan mempelajari hubungan logis antara data keuangan dan nonkeuangan. Meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat dengan ekspektasi auditor.
Terdapat lima jenis prosedur analitis:
Membandingkan data klien dengan industri
Menbandingkan data klien dengan data yang serupa pada periode sebelumnya
Membandingkan data klien dengan data yang diperkirakan oleh klien
Membandingkan data klien dengan data yang diperkirakan oleh auditor
Membandingkan data klien dengan hasil perkiraan yang menggunakan data non keuangan
Tujuan utama dari prosedur analitis dalam tahap perencanaan ini adalah :
1. Memahami bidang usaha klien
2. Menetapkan kemampuan kelangsungan hidup suatu entitas
3. Menunjukkan kemungkinan adanya salah saji dalam laporan keuangan
4. Mengurangi pengujian audit yang lebih rinci
Seperti telah dijelaskan di atas, pengujian ini dilakukan oleh auditor pada tahap awal proses audinya dan pada tahap review menyeluruh terhadap hasil audit. Pengujian ini dilakukan oleh auditor dengan cara mempelajari perbandingan dan hubungan antara data yang satu dengan data yang lain. Pada tahap awal proses audit, pengujian analitik dimaksudkan untuk membantu auditor dalam memahami bisnis, klien dan dalam menemukan bidang yang memerlukan audit lebih intensif. Sebelum seorang auditor melaksanakan audit secara rinci dan mendalam terhadap objek audit, ia harus memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai perusahaan yang diaudit. Untuk itu, analisis ratio, analisis laba bruto, analisis terhadap laporan keuangan perbandingan (comparative financial statements) merupkaan cara yang umumnya ditempuh oleh auditor untuk mendapatan gambaran menyeluruh dan secara garis besar mengenai keadaan keuangan dan hasil usaha klien.
5. Prosedur Terperinci Saldo
Pengujian terperinci saldo memfokuskan pada saldo akhir buku besar baik untuk akun-akun neraca maupun laba rugi. Penekanan utama dalam sebagian besar pengujian atas perinci saldo adalah pada neraca. Pengujian terinci atas saldo akhir ini penting dalam pelaksanaan audit, karena dalam kebanyakan bagiaannya, bahan bukti diperoleh dari sumber yang independent dari klien dan dengan demikian dinilai berkualitas tinggi. Misalnya termasuk konfirmasi atas saldo pelanggan untuk akun piutang dagang, pemeriksaan fisik persediaan, serta pemeriksaan laporan pemasok untuk utang dagang.
Pengujian terinci atas saldo bertujuan memberikan kebenaran moneter atas akun-akun yang berkaitan.
Ikhtisar jenis-jenis pengujian
Pengujian pengendalian membantu auditor dalam mengevaluasi apakah pengendalian terhadap transaksi dalam siklus tersebut telah cukup efektif untuk mendukung pengurangan penilaian resiko pengendalian.
Pengujian pengendalian akan membantu auditor mengevaluasi apakah pengendalian atas transaksi dalam siklus itu cukup efektif untuk mendukung pengurangan penilai resiko pengendalian. Dan dengan demikian mengurangi pengujian subtantif. Pengujian substantive atas transaksi digunakan untuk memverifikasi transaksi yang dicatat dalam jurnal dan memposting ke buku besar. Prosedur analitis menekankan kelayakan transaksi dan saldo buku besar secara keseluruhan. Pengujian atas rincian saldo menekankan saldo akhir buku besar. Dengan mengabungkan jenis pengujian audit, auditor akan memperoleh kepastian yang lebih tinggi secara keseluruhan menyangkut transaksi dan akun-akun dalam siklus penjualan serta penagihan ketimbang yang diperoleh dari salah satu pengujian itu.
B. Memilih Jenis Pengujian yang tepat untuk dilakukan
1. Ketersediaan jenis bukti prosedur audit lanjutan
Biasanya auditor menggunakan kelima jenis pengujian ketika melakukan audit atas laporan keuangan, tetapi ada jenis tertentu yang lebih ditekankan, tergantung pada situasinya. Prosedur penilaian resiko sangat diperlukan dalam semua audit untuk menilai resiko salah saji yang material, sementara keempat jenis pengujian lainnya dilaksanakan sebagai respons terhadap resiko yang diidentifikasi untuk memberikan dasar bagi pendapat auditor.
Beberapa faktor dapat mempengaruhi pilihan auditor atas jenis pengujian yang akan dipilih:
a. Ketersediaan 8 jenis bukti
b. Biaya relative dari setiap pengujian
c. Efektivitas pengendalian internal
d. Resiko inheren
a. Ketersediaan 8 jenis bukti
Hubungan jenis pengujian dan audit evidence
Ø Makin banyak jenis bukti, yang jumlah totalnya adalah enam digunakan untuk menguji peperincian saldo dibandingkan untuk setiap pengujian lainnya.
Ø Hanya pengujian terperinci saldo yang melibatkan pemeriksaan fisik dan konfirmasi.
Ø Tanya jawab dengan klien dilakukan untuk setiap pengujian
Ø Dokumentasi digunakan di setiap jenis pengujian kecuali prosedur analitis
Ø Pengerjaan ulang digunakan di setiap jenis pengujian kecuali prosedur analitis, dengan satu pengecualian. Ketika auditor memeriksa dokumentasi sebagai bagian dari penelusuran atas transaksi untuk mendapatkan pemahamab atas pengendalian internal, auditor sering kali “mengerjakan ualng” pengendalian untuk meyakinkan bahwa pengendalian telah diterapkan.
Ø Rekalkulasi digunakan untuk menverifikasi keakuratan matematis transaksi apabila melaksanakan penjualan substantive atas transaksi dan akun ketika melaksanakan pengujian rincian saldo.
b. Biaya relative dari setiap pengujian
Ketika auditor harus memutuskan jenis pengujian apakah yang harus dipilih untuk mendapatkan bukti yang tepat, biaya bukti tersebut penting untuk dipertimbangkan jenis-jenis pengujian yang disusun dalam daftar berikut berdasarkan urutan biaya yang terendah ke yang tinggi
1) Prosedur analitis
2) Prosedur penilaian resiko, termasuk prosedur untuk mendapatkan pemaham atas pengendalian internal
3) Pengujian Pengendalian
4) Pengujian substantive transaksi
5) Pengujian terperinci saldo
Alasan mengapa prosedur analitis merupakan prosedur yang paling murah adalah karena relative mudah untuk membuat perhitungan dan perbandingan. Pengujian atas pengendalian juga tendah dalam biayanya karena dalam membuat penyelidikan dan pengamatan serta pemeriksaan atas hal – hal seperti inisial pada dokumen dan indikasi keluar dari prosedur pengendalian yang lain. Tetapi terkadang pengujian atas pengendalian dapat dilakukan dalam jumlah besar pos.
Pengujian substantive atas transaksi lebih mahal daripada pengujian atas pengendalian yang tidak mencakup pelaksanaan ulang karena seringkali diperlukan perhitungan kembali dan penelusuran.
Pengujian terperinci atas saldo kebanyakan selalu lebih mahal dari pada jenis prosedu yang lain. Dibutuhkan biaya untuk mengirim konfirmasi dan menghitung aktiva. Karena mahalnya pengujian terinci atas saldo maka auditor berusaha untuk meminimalkan penggunaannya.
C. Hubungan Antara Beberapa Pengujian
Hubungan Pengujian pengendalian dengan pengujian substantive
Untuk memahami pengujian pengendalian dan pengujian substantive dengan lebih baik. Suatu pengecualian dalam pengujian pengendalian hanya mengidentifikakan kemungkinan salah saji yang mempengaruhi nilai rupiah dari laporan keuangan, sedangkan sutu pengecualian dalam pengujian substantive transaksi atau pengujian terperinci saldo merupakan suatu salah saji dalam laporan keuangan. Pengecualian dalam pengujian pengendalian dinamakan deviasi uji pengendalian.
Hubungan prosedur analitis dan pengujian substantive
Seperti halnya pengujian pengendalian, prosedur analitis hanya mengindikasikan kemungkinan salah saji yang berpengaruh pada nilai rupiah laporan keuangan.
Trade Off antara Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantive
Terdapat penyeimbangan (trade off) antara pengujian atas pengendalian dan pengujian substantive. Auditor membuat keputusan selama perencanaan apakah akan menetapkan risiko pengendalian dibawah maksimum. Pengujian atas pengendalian harus dilakukan untuk menentukan apakah risiko pengendalian yang ditetapkan akan dibenarkan. Jika risiko pengendalian yang ditetapkan dibawah maksimum, resiko penemuan yang direncanakan dalam model risiko audit ditingkatkan sehingga pengujian substantive yang direncanakan dapat dikurangi.
D. Dampak Teknologi Informasi Terhadap Pengujian Audit
Tidak praktis untuk mengurangi resiko pendeteksian dengan hanya melakukan ujian substantive. Auditor perlu melaksanakan pengujian pengendalianuntuk mendukung penilaian resiko pengendalian menajdi dibawah maksimum.
Penggunaan TI→ dapat meningkatkan pengendalian internal dengan menambahkan prosedur pengendalian baru yang dilakukan oleh komputer dan dengan menggantikan kendali manual yang merupakan subyek bagi kesalahan manusia. Bukti kinerja dari pengendalian yang terotomatisasi, seperti perbandingan pesanan penjualan yang diusulkan dengan batas kredit pelanggan yang dilakukan computer, juga hanya bisa dalam bentuk elektronik.
Standar auditing mengakui bahwa jika ada sejumlah besar bukti audit dalam format elektronik, mungkin tidak praktis atu tidak mungkin untuk mengurangi resiko deteksi hingga tingkat yang dapat diterima dengan hanya melakukan pengujian substantive. Sebagai contoh, potensi untuk memprakarsai dan mengubah informasi yang tidak layak mungkin lebih besar jika informasi itu hanya diselenggarakan dalam format elektronik. Dalam situasi ini, auditor dapat mengurangi pengujian substantive secara signifikan jika hasil pengujian pengendalian mendukung kefektifan pengendalian itu. Dalam audit perusahaaj public, pengendalian yang dilaksanakan computer, harus diuji jika auditor mempertimbangkannya sebagai pengendalian kunci untuk mengurangi kemungkinan salah saji yang material dalam laporan keuangan.
Namun, karena konsistensi yang melekat dalam pemrosesan TI auditor, mungkin dapat mengurangi luas pengujian atas pengendalian yang terotomatisasi. Sebagai contoh, pengendalian berbasis perangkat lunak hamper pasti dapat berfungsi secara konsisten kecuali programnya diubah. Setelah menentukan bahwa pengendalian yang terotomatisasi berfungsi dengan baik, auditor dapat berfokus pada pengujian berikutnya untuk menilai apakah setiap perubahan yang terjadi akan membatasi efektivitas pengendalian tersebut. Pengujian semacam itu mungkin meliputi penentuan apakah setiap perubahan telah terjadi pada program dan apakah perubahan tersebut telah diotorisasi dan diuji dengan layak sebelum diimplementasikan. Pendekatan ini menghasilkan audit yang snagat efisien apabila auditor menentukan bahwa pengendalian terotomatisasi yang telah diuji pada audit tahun sebelumnya belum diubah dan tetap mengikuti pengendalian umum yang efektif. Akan tetapi sebaiknya auditor perusahaan public menguji pengendalian setiap tahun.
E. Bauran Bukti
Terdapat banyak variasi dalam keluasan penggunaan kelima jenis pengujian dalam situasi audit yang berbeda pada berbagai tingkat keefektivitas pengendalian internal. Analisasetiap situasi audit sebagai berikut:
•Analisa Audit 1
Ø Klien perusahaan besar dengan pengendalian internal yang canggih dan resiko inheren yang rendah :
Auditor melakukan pengujian pengendalian yang ekstensif
Auditor sangat percaya kepada pengendalian internal klien untuk mengurangi pengujian substantive
Pengujian substantif transaksi dan ujian rincian saldo diperkecil
Pengujian pengendalian dan prosedur analitis, yang tergolong relatif murah
• Analisa Audit 2
Ø Perusahaan berukuran sedang, banyak pengandalian dan beberapa resiko inheren:
Auditor memutuskan untuk melakukan semua jumlah pengujian menengah,kecuali prosedur analitis yang akan dilaksanakan secara ekstensif
Pengujian ekstensif dilaksanakan jika ada aresiko inheren
• Analisa Audit 3
Ø Perusahaan berukuran sedang tetapi mempunyai sedikitpengendalian efektif dan resiko inheren yang besar :
Tidak ada pengujian pengendalian yang dilakukan
Ditekankan kepada ujian rincian saldo dan ujian substantif transaksi,juga beberapa prosedur analitis
Prosedur analitis dilakukan untuk mengurangi pengujian substantif
Biaya audit relatif tinggi karena jumlah pengujian substantif yang rinci
• Analisa Audit 4
Ø Auditor menemukan penyimpangan pengujian pengendalianekstensif san salah saji yang penting selagi melakukanpengujian substantif transaksi dan prosedur analitis :
Pengendalian internal tidak efektif
Pengujian ekstensif dan rincian saldo dilakukan untuk mengganti kerugian hasil yang tidak dapat diterima dari pengujian yang lain